Jumat, 19 Juli 2013

Bagi Masa Depan


Kadang kita terperangkap oleh impian kita dan merasa terbebani karenanya. Mengapa? Untuk sebagian orang yang menyadarinya, memang begitulah proses untuk menjadi besar. Masa tersebut ada, untuk kita berhenti sejenak dan mengevaluasi apa yang sudah kita lakukan untuk mendekat kepada impian, dan mengetahui berapa persen yang tinggal dan menjadi mission objectives yang harus kita selesaikan.
Seorang besar dan seorang dengan gangguan kejiwaan memiliki perbedaan yang sangat tipis. Yang menjadi pemisah di antara kedua tipe tersebut adalah impian, sedangkan faktor yang membuat kedua sama adalah kenekatan. Pengalaman hidup yang secara pasti masuk ke dalam Bab “Masa Lalu” adalah cermin bagi kita di masa ini untuk bersiap menyambut “Masa Depan”. Tentukan sekarang, pelajari hari kemarin, lalu melangkahlah ke depan. Seorang tokoh besar bukan mereka yang mendekam dalam diam dan menanti keajaiban turun dari langit tanpa melakukan apa pun. Seandainya pun nanti langit akan menurunkan keajaiban untuk dirinya, ia mungkin tidak akan mengenalinya.
Faktor kenekatan berbanding lurus dengan idealisme seseorang. Besarnya impian harus disertai dengan kerasnya kemauan untuk meraih impian tersebut. Di fase “meraih” inilah, orang akan mulai menganggap kita gila.
Bukan seorang pejuang namanya, apabila masih ada keraguan dan ketakutan untuk menerjang segala keterbatasan. Kemungkinan-kemungkinan dan segala bentuk perkiraan hanyalah pembentuk keragu-raguan, yang menghalangi perjuangan kita. Maka, dengarkanlah hati, mintalah nasehat dari otak kanan. Imajinasi bisa terwujud menjadi ada, dan tidak ada kerugian untuk mengejarnya.
Katakanlah, hasil yang akan kita dapatkan nantinya adalah kegagalan. Setidaknya, kita tidak mati dibuatnya. Jadi, dengan umur dan waktu yang tersisa pada kita nantinya, dapat kita gunakan untuk mengejarnya kembali. Yang patut diingat, perjuangan tidak mengenal kata berhenti sebelum nyawa berpisah dari badan dan pergi meninggalkan kehidupan.
Tidak ada yang mengajari burung untuk terbang. Dan tentu saja kalian boleh mengatakan kepadanya, “burung itu sudah gila!” tetapi nyata sekali, kalian tidak mempedulikannya, bukan? Namun setelah burung tersebut tumbuh besar setelah tinggal di dalam sarang induknya selama beberapa waktu, ia belajar untuk terbang dan mencoba melakukannya sendiri. Dan, seperti yang kalian semua tahu, burung itu akhirnya terbang!
Memang tidak semua anak burung selamat dalam periode/fase ini. Di sanalah letaknya law of nature. Hukum tersebut melakukan seleksi dengan caranya sendiri, dan berlaku tidak hanya terhadap burung-burung saja. Bahkan manusia, terlepas ia berperilaku baik ataupun buruk.
Jalan hidup adalah apa yang kita pilih untuk kita jalani, berdasarkan impian yang kita bentuk. Dan setelah kita memutuskan sesuatu menjadi impian dan menerimanya, fokuskan diri kita dan jadikan impian tersebut sebagai target. Tentukan masa depan kita, jalani, dan biarkan Tuhan yang memutuskan hasilnya untuk kita. Dia Hakim Yang Maha Adil, jadi tenang saja.
Tentu saja ini adalah sebuah coretan yang tertuang dari sebuah paradigma “Nothing is Impossible, Impossible is Nothing.” Jika kalian mempercayai tulisan ini, jangan semuanya. Pikirkanlah kembali. Hidup anda adalah milik anda yang paling berharga. Karena tidak ada kesempatan untuk menekan tombol Ctrl+Z untuk melakukan “undo”. Jadi renungkanlah baik-baik terlebih dulu.
Karena manusia adalah suatu bentuk mikrokosmik di alam semesta ini, maka wewenang yang menentukan ke mana langkah kaki berakhir adalah si pemilik kaki itu sendiri. Ada beban vertikal dan horizontal yang menyertainya. Terima saja. Itulah resikonya menjadi seorang manusia.
Beban horizontal agaknya lebih berat untuk ditunaikan ketimbang beban vertikal. Meskipun keduanya dipengaruhi oleh tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu yang sama, beban horizontal adalah penitikberatan dari fungsi penciptaan manusia. Dalam istilah ilmu pengetahuan, hal tersebut dinamakan sebagai hidup dalam lingkungan sosial kemasyarakatan.
Dunia tidak mengubah anda untuk mengubahnya. Tapi, dengan berbagai cara, dunia akan berusaha agar kita lupa terhadap tujuan kita melangkah. Menjadi proporsional adala kuncinya, didampingi oleh semangat etos kerja yang tinggi. Salah satu yang menjadi halangan yang diberikan dunia kepada kita adalah rasa kehilangan. Perasaan ini berhasil membuat manusia menghentikan langkah, dalam mencapai tujuannya. Apabila rasa kehilangan itu muncul dan mulai menguasai kita, maka yang timbul adalah penderitaan. Merana dan menderita karena kehilangan.
Setiap manusia merasakan hal tersebut. Dan hanya orang-orang yang menjadi besar yang mampu melewati fase ini. Seorang penyair bernama Ranier Maria Rilke mengatakan, “Milik kita adalah kehilangan kita. Makin murni dan berani kita kehilangan, makin kita memiliki.”
Masalah yang timbul bukan semestinya dihalangi. Biarkan saja mengalir, karena membendungnya hanya menahannya untuk pergi dari kita. Pelajari alirannya. Anda tahu ikan salmon? Mereka berenang melawan arus menuju hulu sungai untuk bereproduksi setiap musim kawin tiba. Padahal, mereka sudah begitu terbiasa dengan kehidupan di air laut. Namun apa yang terjadi? Mereka tetap saja berangkat menuju tempat mereka menetas dulu
kala, mengarungi perjalanan di air sungai yang tawar menuju hulu. Memang, setelah sampai di tujuan dan bereproduksi, mereka akhirnya mati dan menjadi santapan penghuni hutan. Yang patut kita ingat adalah, matinya mereka memberi arti.
Ingat, cobaan atau masalah yang datang pasti tidak akan melebihi kapasitas maksimal yang kita miliki. Rasa ketidaksanggupan saat menghadapi cobaan atau masalah, itu pun proses yang amat manusiawi. Jadikan masa-masa tersebut sebagai catatan penting bagi perjalanan selanjutnya, dan jangan pernah berhenti melangkah.
Ungkapkan setiap gagasan yang kita miliki. Mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, otak untuk berpikir, mulut unutk mengungkapkan hasil dari proses berpikir, kaki untuk mengejar apa yang diucapkan oleh mulut, dan tangan untuk meraih apa yang dikejar oleh kaki.
Kembali ke ikan salmon. Mereka tidak serta merta menerjang arus. Mereka mempelajari aliran sungai yang mereka lalui. Kalau saja generasi salmon masa kini sudah tidak mau mengambil resiko dan memilih untuk hidup tenang dan nyaman di laut, niscaya tidak akan ada lagi ikan salmon di masa depan.