Kadang kita terperangkap
oleh impian kita dan merasa terbebani karenanya. Mengapa? Untuk sebagian orang
yang menyadarinya, memang begitulah proses untuk menjadi besar. Masa tersebut
ada, untuk kita berhenti sejenak dan mengevaluasi apa yang sudah kita lakukan
untuk mendekat kepada impian, dan mengetahui berapa persen yang tinggal dan
menjadi mission objectives yang harus kita selesaikan.
Seorang besar dan seorang
dengan gangguan kejiwaan memiliki perbedaan yang sangat tipis. Yang menjadi
pemisah di antara kedua tipe tersebut adalah impian, sedangkan faktor yang
membuat kedua sama adalah kenekatan. Pengalaman hidup yang secara pasti masuk
ke dalam Bab “Masa Lalu” adalah cermin bagi kita di masa ini untuk bersiap
menyambut “Masa Depan”. Tentukan sekarang, pelajari hari kemarin, lalu
melangkahlah ke depan. Seorang tokoh besar bukan mereka yang mendekam dalam
diam dan menanti keajaiban turun dari langit tanpa melakukan apa pun.
Seandainya pun nanti langit akan menurunkan keajaiban untuk dirinya, ia mungkin
tidak akan mengenalinya.
Faktor kenekatan
berbanding lurus dengan idealisme seseorang. Besarnya impian harus disertai
dengan kerasnya kemauan untuk meraih impian tersebut. Di fase “meraih” inilah,
orang akan mulai menganggap kita gila.
Bukan seorang pejuang
namanya, apabila masih ada keraguan dan ketakutan untuk menerjang segala
keterbatasan. Kemungkinan-kemungkinan dan segala bentuk perkiraan hanyalah
pembentuk keragu-raguan, yang menghalangi perjuangan kita. Maka, dengarkanlah
hati, mintalah nasehat dari otak kanan. Imajinasi bisa terwujud menjadi ada,
dan tidak ada kerugian untuk mengejarnya.
Katakanlah, hasil yang
akan kita dapatkan nantinya adalah kegagalan. Setidaknya, kita tidak mati
dibuatnya. Jadi, dengan umur dan waktu yang tersisa pada kita nantinya, dapat
kita gunakan untuk mengejarnya kembali. Yang patut diingat, perjuangan tidak
mengenal kata berhenti sebelum nyawa berpisah dari badan dan pergi meninggalkan
kehidupan.
Tidak ada yang mengajari
burung untuk terbang. Dan tentu saja kalian boleh mengatakan kepadanya, “burung
itu sudah gila!” tetapi nyata sekali, kalian tidak mempedulikannya, bukan?
Namun setelah burung tersebut tumbuh besar setelah tinggal di dalam sarang
induknya selama beberapa waktu, ia belajar untuk terbang dan mencoba
melakukannya sendiri. Dan, seperti yang kalian semua tahu, burung itu akhirnya
terbang!
Memang tidak semua anak
burung selamat dalam periode/fase ini. Di sanalah letaknya law of nature. Hukum
tersebut melakukan seleksi dengan caranya sendiri, dan berlaku tidak hanya
terhadap burung-burung saja. Bahkan manusia, terlepas ia berperilaku baik
ataupun buruk.
Jalan hidup adalah apa
yang kita pilih untuk kita jalani, berdasarkan impian yang kita bentuk. Dan
setelah kita memutuskan sesuatu menjadi impian dan menerimanya, fokuskan diri
kita dan jadikan impian tersebut sebagai target. Tentukan masa depan kita,
jalani, dan biarkan Tuhan yang memutuskan hasilnya untuk kita. Dia Hakim Yang
Maha Adil, jadi tenang saja.
Tentu saja ini adalah
sebuah coretan yang tertuang dari sebuah paradigma “Nothing is Impossible,
Impossible is Nothing.” Jika kalian mempercayai tulisan ini, jangan semuanya.
Pikirkanlah kembali. Hidup anda adalah milik anda yang paling berharga. Karena
tidak ada kesempatan untuk menekan tombol Ctrl+Z untuk melakukan “undo”. Jadi
renungkanlah baik-baik terlebih dulu.
Karena manusia adalah
suatu bentuk mikrokosmik di alam semesta ini, maka wewenang yang menentukan ke
mana langkah kaki berakhir adalah si pemilik kaki itu sendiri. Ada beban
vertikal dan horizontal yang menyertainya. Terima saja. Itulah resikonya
menjadi seorang manusia.
Beban horizontal agaknya
lebih berat untuk ditunaikan ketimbang beban vertikal. Meskipun keduanya
dipengaruhi oleh tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu yang sama, beban
horizontal adalah penitikberatan dari fungsi penciptaan manusia. Dalam istilah
ilmu pengetahuan, hal tersebut dinamakan sebagai hidup dalam lingkungan sosial
kemasyarakatan.
Dunia tidak mengubah anda
untuk mengubahnya. Tapi, dengan berbagai cara, dunia akan berusaha agar kita
lupa terhadap tujuan kita melangkah. Menjadi proporsional adala kuncinya,
didampingi oleh semangat etos kerja yang tinggi. Salah satu yang menjadi
halangan yang diberikan dunia kepada kita adalah rasa kehilangan. Perasaan ini berhasil
membuat manusia menghentikan langkah, dalam mencapai tujuannya. Apabila rasa
kehilangan itu muncul dan mulai menguasai kita, maka yang timbul adalah
penderitaan. Merana dan menderita karena kehilangan.
Setiap manusia merasakan
hal tersebut. Dan hanya orang-orang yang menjadi besar yang mampu melewati fase
ini. Seorang penyair bernama Ranier Maria Rilke mengatakan, “Milik kita adalah
kehilangan kita. Makin murni dan berani kita kehilangan, makin kita memiliki.”
Masalah yang timbul bukan
semestinya dihalangi. Biarkan saja mengalir, karena membendungnya hanya
menahannya untuk pergi dari kita. Pelajari alirannya. Anda tahu ikan salmon?
Mereka berenang melawan arus menuju hulu sungai untuk bereproduksi setiap musim
kawin tiba. Padahal, mereka sudah begitu terbiasa dengan kehidupan di air laut.
Namun apa yang terjadi? Mereka tetap saja berangkat menuju tempat mereka
menetas dulu
kala, mengarungi
perjalanan di air sungai yang tawar menuju hulu. Memang, setelah sampai di
tujuan dan bereproduksi, mereka akhirnya mati dan menjadi santapan penghuni
hutan. Yang patut kita ingat adalah, matinya mereka memberi arti.
Ingat, cobaan atau masalah
yang datang pasti tidak akan melebihi kapasitas maksimal yang kita miliki. Rasa
ketidaksanggupan saat menghadapi cobaan atau masalah, itu pun proses yang amat
manusiawi. Jadikan masa-masa tersebut sebagai catatan penting bagi perjalanan
selanjutnya, dan jangan pernah berhenti melangkah.
Ungkapkan setiap gagasan
yang kita miliki. Mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, otak untuk
berpikir, mulut unutk mengungkapkan hasil dari proses berpikir, kaki untuk
mengejar apa yang diucapkan oleh mulut, dan tangan untuk meraih apa yang
dikejar oleh kaki.
Kembali ke ikan salmon.
Mereka tidak serta merta menerjang arus. Mereka mempelajari aliran sungai yang
mereka lalui. Kalau saja generasi salmon masa kini sudah tidak mau mengambil
resiko dan memilih untuk hidup tenang dan nyaman di laut, niscaya tidak akan
ada lagi ikan salmon di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar