Kamis, 17 Maret 2011

Memerdekakan kembali Palestina

Written By Tomy Purnomo Sidi

   

1948, 63 tahun yang lalu, sebuah negara ilegal didirikan di sebuah tanah yang mereka klaim sebagai "The Promise Land". Tanah yang dijanjikan. Israel menyatakan tanah yang telah lama ditinggali oleh orang-orang Palestina itu sebagai tanah kakek moyang mereka, yang diberikan oleh Tuhan kepada bangsa mereka pada masa Nabi Musa AS. Maka dimulai riwayat peperangan yang tidak kenal akhir itu. Israel yang berdiri atas dasar nasionalisme sekuler bernama Zionisme ini, dengan kekuatan finansialnya mulai melakukan pengadaan persenjataan yang selalu canggih pada masanya. Kemudian, serangan militer terjadi di seluruh wilayah rakyat Palestina. Pengusiran besar-besaran, pembantaian, pemusnahan etnis, segala cara tak beradab dan tanpa rasa kemanusiaan sedikit pun dilakukan para pasukan pengusung bendera zionisme ini. Diaspora bangsa yahudi akhirnya menemui akhir. Berbondong-bondong bangsa ini datang ke "negara" mereka. Ribuan rakyat Palestina yang selamat pun terusir dari tanah airnya sendiri.

Seorang teman bercerita kepadaku, ayah dan ibunya adalah seorang keturunan Palestina yang murni. Ayahnya berkisah, dulu mereka memiliki rumah sendiri, kebun, anak-anak bermain tanpa rasa takut. Tapi dengan cepatnya, semua itu seperti angan saja saat ini. Tentara Israel (IDF, Israel Defense Force) melakukan invasi ke kota tempat ayahnya tinggal. Mereka, dan ribuan orang Palestina lainnya kehilangan rumah dan kampung halaman mereka. Dan sejak saat itulah mereka tinggal di daerah pengungsian yang ada di kawasan Nuseirat.

Kini, ia hanya tinggal bersama kakak laki-lakinya. Nyawa ayah dan ibu mereka terenggut oleh serangan demi serangan militer Israel dalam jarak 2 tahun. Keadaan memaksa mereka untuk bertahan hidup tanpa kasih sayang dari seorang ibu dan belaian hangat seorang ayah. Kakaknya bekerja demi memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Dengan penghasilan dari pekerjaannya sebagai seorang teknisi komputer, kakaknya berjuang untuk terus memberikan yang terbaik untuk dirinya dan adiknya. Ia pernah berkata kepadaku, suatu hari nanti ia ingin sekali menjadi seorang tenaga medis yang ahli dan terampil. Di usianya yang muda, 19 tahun, ia memulai pendidikannya di sebuah akademi kesehatan lokal di sana. Rwida, begitulah ia menyebut namanya.


Ada lagi sebuah kisah dari seorang generasi muda Jalur Gaza, Palestina. Noor Harazeen, 19 tahun. Ia tinggal di kawasan Jabaliya, Jalur Gaza. Ia adalah seorang gadis yang tidak memiliki rasa takut dan gigih berjuang menyuarakan kemerdekaan kembali tanah airnya dari penjajahan Israel. Seorang aktifis yang bekerja untuk sebuah lembaga sosial bernama YouthSchool Organization yang bergerak di bidang pendidikan. Ia juga merupakan seorang mahasiswi Sastra Inggris tahun kedua di sebuah universitas di Jalur Gaza. Ia dengan tenaga dan kemampuannya, berjuang untuk terus meningkatkan taraf pendidikan di daerah pengungsian yang bertebaran di seluruh kawasan Palestina, khususnya di Gaza sendiri.

Inilah sebagian kecil dari contoh kehidupan di Palestina masa kini. Ketegaran dari para generasi muda Palestina yang memiliki semangat yang lebih bergelora daripada generasi muda manapun di bagian dunia yang lain ini, memberikan contoh nyata akan sebuah perjuangan. Mereka melakukan perlawanan tiada akhir, mereka meneriakkan persamaan hak asasi untuk merdeka. Mereka berjuang dengan suara, tulisan, blog, email, jejaring sosial, apa pun itu, untuk memberitahukan dunia akan keberadaan mereka.


Renungkanlah, mereka melemparkan batu ke arah tank-tank raksasa yang siap dengan bom peledak yang dapat menghancurkan sebuah gedung. Apa hal itu salah? Apa berjuang melawan penjajah yang merebut ibu, bapak, kakak, adik, saudara, rumah, kebun, dan tempat bermain mereka itu adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan? Lalu apakah hal yang benar itu? Apakah rudal-rudal yang beterbangan dan menghujam sebuah rumah hanya untuk membunuh seorang pejuang Palestina, itukah yang benar? Apakah pembantaian seorang manusia lemah yang kehilangan tanah airnya, itukah yang benar? Apakah buldozer yang menabrak mati dan menginjak seorang aktifis yang menghalanginya dari menghancurkan rumah orang-orang Palestina, itukah hal yang benar?

Konflik berkepanjangan antara Palestina dengan penjajah Israel adalah sebuah bukti konkrit tentang keadilan yang subyektif. Negara-negara besar yang menyuarakan keadilan, persamaan hak asasi, kemerdekaan, dan kebebasan berpendapat, semuanya bungkam saat Palestina berteriak meminta pertolongan dan uluran tangan mereka. Dewan Keamanan PBB tidak melakukan langkah nyata selain kongres dan pembuatan resolusi yang isinya "mengecam" tindakan militer Israel yang dengan terang-terangan menargetkan dan menyerang warga sipil. Negara muslim yang berada di sekitar wilayah konflik ini pun tidak jauh berbeda dengan bangsa di luar timur tengah. Diam. Pura-pura tidak melihat.


Sementara agresi demi agresi dilancarkan oleh tentara zionis ke daerah-daerah Palestina, negara-negara Arab lainnya berlomba mendandani wajah kota-kota mereka dengan gedung mewah dan area pertokoan yang megah. Padang pasir itu kini telah menjadi lokasi untuk menghambur-hamburkan uang dan berfoya-foya, di saat rakyat Palestina tergeletak di atas tanahnya sendiri meregang nyawa.

Kemerdekaan dan legitimasi sebuah bangsa adalah penting artinya pada masa sekarang ini. Dan tentu saja, itu adalah tanggung jawab kita yang berada di luar arena peperangan. Kita semua dibekali mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan otak untuk berpikir, agar dapat memilah sendiri mana yang benar-benar sebuah kebenaran, dan mana yang benar-benar sebuah keburukan. Berdirinya Israel di atas tanah Palestina tentu saja tidak dapat dibenarkan apa pun alasannya. Zionisme bukan saja bentuk dari kecacatan demokrasi, tapi juga kejahatan yang berlabel kebebasan manusia. Lelucon macam ini, mengatasnamakan perang melawan teror. Mereka para penteror yang merebut hak asasi orang lain, yang mempunyai agenda menguasai milik orang lain,     melakukan perang melawan pejuang yang memiliki kesadaran bahwa mereka sedang ditindas, dan mereka menyebut para pejuang ini dengan sebutan teroris?

Kawasan Palestina, adalah cerminan nyata dari ketidakseimbangan yang terjadi di dunia rumah kita bersama ini. Dan inilah kewajiban kita semua, untuk bersama-sama memberikan apa yang diteriakkan oleh bangsa yang terjajah lebih dari separuh abad akibat ideologi berdarah bernama Zionisme ini. Perdamaian dunia yang hakiki tidak akan pernah dapat terjadi, apabila masih ada negara atau bangsa yang masih terjajah di tengah zaman yang sedang kita jalani ini.


Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar